Bintang itu Kini Bersinar

Siang itu matahari terasa terik, beberapa guru di kantor sedang membicarakan persiapan anak-anak menghadapi Ujian Akhir Sekolah Berstandar Nasional (UASBN). Pembicaraan terdengar asyik mengalir bagai gemericik air sungai. Aku yang hadir di tengah-tengah pembicaraan seakan menjadi ranting patah hanyut oleh arus lalu membentur bebatuan. Ya.., ada pembicaraan yang mengusik hatiku.
“Teng!! Teng!!!”  Bel tanda berakhirnya istirahat mengakhiri perbincangan itu. Segera kulangkahkan kaki menuju kelas paling ujung di dekat kamar mandi. Seperti biasanya, salam dan menanyakan kabar menjadi petanda mulai pelajaran, begitu juga aku menyapa anak-anak kelas enam di ruang itu. Wajah polos nan lugu menjawab salam serentak tampak ceria  tanpa kerisauan meski ujian akhir segera datang. Berbanding terbalik dengan para guru yang diselimuti kekawatiran seperti yang baru kudengar beberapa menit lalu.

Tiap tahun, kelas enam memiliki keunikan dan karakter tersendiri. Tahun ini merupakan tahun yang unik di sekolah tempat mengabdiku, beberapa siswa memiliki kelebihan khusus, tidak jarang pula yang harus mendapatkan ektra perhatian dalam pelajaran. Hal inilah yang acapkali menjadi perbincangan akan kekawatiran sejumlah guru.
Sering terjadi perdebatan dalam diri tatkala teringat pembicaraan di kantor kala itu. “Kegundahan dan kekawatiran tidak perlu berlebihan, yang terpenting kita telah berusaha maksimal.  Serahkan hasilnya pada Tuhan”  pikirku menenangkan diri. Betapa tidak!! Ujian Akhir Sekolah Berstandar Nasional seperti hantu buat banyak orang. Mulai guru, orang tua, kepala dinas semua ketakutan. Lalu...bagaimana dengan para siswa? Miris melihat fenomena ini.
------
Pagi itu berkabut, jarum jam di dinding kamar kost menunjukkan pukul 05.40,  kustater motor lalu berangkat. Hari itu aku mendapat jadwal tambahan pelajaran, artinya pukul 06.00 siswa-siswa harus sudah siap memulai pelajaran. Tidak jarang anak-anak terlambat datang dengan alasan kepagian, menunggu pengantar, dan banyak alasan lain yang dikemukakan. Beberapa sekolah lainpun sama, mengadakan tambahan pelajaran menyiapkan siswa-siswanya agar tak terjadi apa yang dikawatirkan.
Hari makin dekat dengan ujian, beberapa lembaga bimbingan belajar (LBB) berlomba-lomba menyelenggarakan tryout akbar di sekolahan hingga di Mall dengan hadiah jutaan. Sambutan beberapa sekolah dan orangtua yang antusias membuat try out akbar menjadi tren tak terelakkan. Tidak perlu menunggu lama, tiga sampai empat hari kemudian hasil tryout keluar, dan acapkali guru terasa tertampar karena nilai yang memilukan.
“Ah...itu akal-akalan mereka agar siswa berbondong-bondong mendaftar di lembaga bimbingan” Gumamku dalam hati tak percaya. Aku kenal siswa-siswaku, nilai itu tidak mengambaran mereka. Aku yakin ada keganjilan dalam tyout itu, entah apanya.
-----
Sore itu senja begitu indah, kuberdiri di lantai tiga kost seraya bermunajat  kepada Sang Pencipta agar esok pagi anak-anak dianugrai kemudahan dalam mengerjakan ujian. Tak terasa adzan magrib berkumandang. Sambil menunggu isya’ datang, kubuka lembaran kertas bertuliskan nomor telepon rumah siswa-siswa, satu-persatu kutelepon mereka dari HP butut itu, tidak banyak yang kukata hanya sebatas memotivasi agar esok tenang mengerjakan soal.
Satu setengah bulan menunggu, pengumuman nilai UASBN tiba, alhamdulillah anak-anak lulus ujian. Siswa, orang tua, guru semua gembira, apa yang diusahakan menuai asa. Acara wisuda kelulusan diadakan sebagai ungkapan kegembiraan. Lalu ku harus ikhlas merelakan bintang-bintang itu meninggalkanku untuk melanjutkan pendidikan di jenjang berikutnya.
------
Delapan tahun kemudian....
Selesai mengadakan api unggun dalam acara perkemahan Sabtu Minggu, tak disangka ada alumni datang di bumi perkemahan bersama orang tuanya.  Kuingat betul dia satu di antara bintang-bintang yang dulu sangat unik dan perlu bimbingan khusus sehingga sering didiskusikan. Bedanya, kini ia terlihat tegar terpancar aora kepercayaan dalam dirinya.
Pertemuan berlanjut dalam sebuah perbincangan, beliau menuturkan anaknya kini telah duduk pada semester IV pertanian di sebuah perguruan tinggi negeri favorit, ia telah berubah menjadi sosok yang ulet dalam memperjuangkan keinginannya. Tidak hanya itu, ia telah mendapatkan beberapa beasiswa penelitian melalui kampusnya. Prestasi yang membanggakan siapapun yang mendengarnya.
Beliau melanjutkan, bahwa ada titik balik yang dirasa anaknya setelah percakapan dalam telepon malam itu. Ternyata kalimat singkat itu dihayati dan dipegang betul olehnya hingga kini.  “Subhanallah...Alhamdulillah...wala illaha illallah”  batinku memujiNya seraya merinding tubuh seketika.  Kalimat singkat malam itu “Jangan risau Nak, yang terpenting kau berusaha dengan sungguh-sungguh, selanjutnya pasrahkan pada Allah.”  
Peristiwa ini membuatku makin yakin sebuah teori psikologi pendidikan bahwa semua anak memiliki keunikan dan pasti akan bersinar pada saatnya. Wallahua’lam.

No comments:

Post a Comment

Terima kasih...semoga Anda bahagia..